Kelas : X (Keperawatan E)
-Kata pengantar-
Terima kasih
kepada Allah S.W.T yang telah memberikan kesempatan untuk membuat makalah ini,
yang mengenai corak kehidupan manusia pra aksara. semoga dengan di buatnya makalah ini
saya yang membuatnya lebih bisa memahami dan lebih banyak mempelajari tentang
kehidupan manusia pra aksara pada tempo dulu.
-Daftar Isi-
1. kata
pengantar
2. Daftar
Isi
3. Bab 1
4. Bab 2
5. Bab 3
6. Daftar
Pustaka
BAB I
Indonesia Zaman Praaksara: awal kehidupan Manusia Indonesia
Manusia awal Indonesia hidup secara bertahap. Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto menggambarkan kehidupan manusia awal Indonesia ke dalam empat tahapan, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian. Tahapan-tahapan ini merupakan suatu kesinambungan. Untuk melakukan perubahan dalam setiap tahapannya memerlukan waktu yang relative lama. Hal ini mampu memberikan warna yang berbeda untuk setiap tahapnya pada semua aspek kehidupan.
Sebelum membahas lebih lanjut ada baiknya kita
mengenal sedikit tentang zaman praaksara.
Apa sih zaman praaksara itu?
Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang
berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Dengan demikian zaman
praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah
yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti
tanpa dan leka berarti tulisan. Jadi zaman praaksara adalah zaman ketika
suatu bangsa belum mengenal tulisan.
Sering kita dengar istilah praaksara, apakah praaksara sama dengan
prakasara?
Praaksara merupakan
istilah dulu yang sering dipakai untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan
budaya manusia sebelum mengenal tulisan. Namun dewasa ini penggunaan
istilah tersebut dirasa kurang tepat. Demikian karena dari segi bahasa saja
pengertian praaksara sudah tidak relevan. Pra berarti sebelum dan sejarah
adalah sejarah sehingga praaksara berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada
sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia. Dalam kenyataannya
sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan manusia sudah memiliki
sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu, para ahli
mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah praaksara.
Bagaimana membedakan antara zaman serjah dan zaman praaksara?
Untuk membedakannya
diperlukan sebuah batas antara zaman sejarah dan zaman praaksara. Batas antara
zaman praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini
menimbulkan suatu pengertian bahwa praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya
tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya
zaman praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia
tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu
bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan,
sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman
praaksara di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan
Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa
yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era
sejarah.
Karena tidak terdapat
peninggalan catatan tertulis dari zaman praaksara, keterangan mengenai zaman
ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi,
geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti praaksara
didapat dari artefak-artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs
praaksara.
Pembahasan mengenai
kehidupan manusia Indonesia pada zaman praaksara adalah sebagai berikut :
3.
Pada Masa Perundagian
3.
Pada Masa Perundagian
2.
Pada Masa Bercocok Tanam
D. Teknologi Manusia Indonesia pada Zaman Praaksara
1.
Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
2.
Pada Masa Bercocok Tanam
3.
Pada Masa Perundagian
E. Kepercayaan Manusia Indonesia pada Zaman Praaksara
1.
Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
2.
Pada Masa Bercocok Tanam
3.
Pada Masa Perundagian
BAB II
KEHIDUPAN
MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA PRA AKSARA
Corak kehidupan masyarakat Indonesia pada masa pra
aksara dapat dikelompokkan menjadi :
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (zaman paleolitikum) masih sangat sederhana. Mereka hidup sangat tergantung dengan alam dengan cara menumpulkan makanan dan berburu hewan. Kegiatan tersebut dikenal dengan food gathering.
Perkakas yang dihasilkan pada masa ini adalah:
> Chopper ( kapak penetak / kapak genggam / kapak seterika, dinamakan demikian sesuai dengan bentuk dan cara penggunaannya.
> Flakes (serpih bilah) yaitu pecahan batu kecil dan pipih serta tajam yang digunakan sebagai pisau.
> Tulang dan Tanduk Hewan, alat ni digunakan sebagai mata panah, pengorek ubi dan ujung tombak.
Perkakas-perkakas tersebut ditemukan di Pacitan Jawa Timur, Ngandong dan Sangiran (Jawa Tengah)
Kebudayaan rohani yang ditemukan pada masa ini adalah penguburan orang yang telah meninggal, berbeda dengan binatang.
2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Masa ini disebut juga masa Mesolitikum. Berkembangnya pemikiran manusia menyebabkan peningkatan penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Peningkatan jumlah anggota kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan permasalahan baru. Perpindahan tempat ( nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai lagi maka manusia purba mulai membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter). Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun kegiatan mengolah lahan tingkat sederhana dan berternak tingkat awal sudah dimulai.
Peninggalan budaya dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang ditemukan di pantai timur Sumatra dari Langsa (NAD) sampai Medan berupa bukit kerang setinggi 7 meter, dan abris sous roche yang ditemukan di gua di darah Sampung Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong Sulawesi Selatan
Hasil kebudayaan:
Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan tanduk
3. Masa Bercocok Tanam di Sawah
Masa bercocok tanam di sawah juga zaman neolitikum. Pada masa ini terjadi perubahan besar dalam kehidupan manusia atau revolusi dari food gathering menjadi food producing, dari nomaden menjadi menetap. Dengan perubahan tersebut, semua kebutuhan dan perkakas untuk memenuhi kebutuhan juga berubah. Perkakas menjadi lebih halus, manusia sudah mulai memasak, mulai mempercantik diri dengan ditemukan berbagai perhiasan.
Perkakas yang dihasilkan: kapak persegi; kapak lonjong; gerabah/tembikar; barang-barang perhiasan dari batu.
4. Masa Perundagian Logam
Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia mulai semakin berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan cara membuar perkakas dari logam. Penemuan logam mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai berulang-ulang.
Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa; nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya
5. Masa Batu Besar / Megalithikum
Kebudayaan baru besar atau Megalithikum sebenarnya bukan babakan budaya tersendiri. Kebudayaan ini berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan spiritual / rohani manusia purba. Manusia purba sudah mempercayai bahwa setelah kematian ada kehidupan, meski mereka belum faham benar tentang hal itu. Maka kemudian setiap kematian selalu ditandai dengan menggunakan bangunan batu yang besar.
Perkakas megalitikum:
> Menhir
> Dolmen
> Sarkofagus
> Waruga
> Kubur Batu
> Punden Berundak-undak
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana
Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (zaman paleolitikum) masih sangat sederhana. Mereka hidup sangat tergantung dengan alam dengan cara menumpulkan makanan dan berburu hewan. Kegiatan tersebut dikenal dengan food gathering.
Perkakas yang dihasilkan pada masa ini adalah:
> Chopper ( kapak penetak / kapak genggam / kapak seterika, dinamakan demikian sesuai dengan bentuk dan cara penggunaannya.
> Flakes (serpih bilah) yaitu pecahan batu kecil dan pipih serta tajam yang digunakan sebagai pisau.
> Tulang dan Tanduk Hewan, alat ni digunakan sebagai mata panah, pengorek ubi dan ujung tombak.
Perkakas-perkakas tersebut ditemukan di Pacitan Jawa Timur, Ngandong dan Sangiran (Jawa Tengah)
Kebudayaan rohani yang ditemukan pada masa ini adalah penguburan orang yang telah meninggal, berbeda dengan binatang.
2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Masa ini disebut juga masa Mesolitikum. Berkembangnya pemikiran manusia menyebabkan peningkatan penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Peningkatan jumlah anggota kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan permasalahan baru. Perpindahan tempat ( nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai lagi maka manusia purba mulai membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter). Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun kegiatan mengolah lahan tingkat sederhana dan berternak tingkat awal sudah dimulai.
Peninggalan budaya dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang ditemukan di pantai timur Sumatra dari Langsa (NAD) sampai Medan berupa bukit kerang setinggi 7 meter, dan abris sous roche yang ditemukan di gua di darah Sampung Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong Sulawesi Selatan
Hasil kebudayaan:
Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan tanduk
3. Masa Bercocok Tanam di Sawah
Masa bercocok tanam di sawah juga zaman neolitikum. Pada masa ini terjadi perubahan besar dalam kehidupan manusia atau revolusi dari food gathering menjadi food producing, dari nomaden menjadi menetap. Dengan perubahan tersebut, semua kebutuhan dan perkakas untuk memenuhi kebutuhan juga berubah. Perkakas menjadi lebih halus, manusia sudah mulai memasak, mulai mempercantik diri dengan ditemukan berbagai perhiasan.
Perkakas yang dihasilkan: kapak persegi; kapak lonjong; gerabah/tembikar; barang-barang perhiasan dari batu.
4. Masa Perundagian Logam
Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia mulai semakin berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan cara membuar perkakas dari logam. Penemuan logam mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai berulang-ulang.
Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa; nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya
5. Masa Batu Besar / Megalithikum
Kebudayaan baru besar atau Megalithikum sebenarnya bukan babakan budaya tersendiri. Kebudayaan ini berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan spiritual / rohani manusia purba. Manusia purba sudah mempercayai bahwa setelah kematian ada kehidupan, meski mereka belum faham benar tentang hal itu. Maka kemudian setiap kematian selalu ditandai dengan menggunakan bangunan batu yang besar.
Perkakas megalitikum:
> Menhir
> Dolmen
> Sarkofagus
> Waruga
> Kubur Batu
> Punden Berundak-undak
BAB
III
Kebudayaan
Manusia Indonesia pada Zaman Praaksara : Pada Masa Berburu
dan Mengumpulkan Makanan
Pada masa
berburu dan mengumpulkan makanan ternyata telah menghasilkan budaya yang belum
ada pada masa sebelumnya, seperti lukisan-lukisan di dinding di gua-gua tempat
tinggal mereka atau di dinding karang. Di luar Indonesia, seni lukis yang
berupa lukisan-lukisan di dinding- dinding karang atau gua-gua ditemukan di
Eropa, misalnya di negara Prancis, Afrika, Australia. Di tempat-tempat tersebut
seni lukis berasal dari masa yang lebih tua daripada yang ditemukan di
Indonesia. Di Indonesia seni lukis adalah suatu hasil budaya yang baru dicapai
pada masa berburu tingkat lanjut dan ditemukan tersebar di daerah Sulawesi
selatan, kepulauan Maluku dan Irian.
Penemuan
lukisan dinding gua di daerah Sulawesi selatan untuk pertama kalinya dilakukan
oleh C.H.M. Heren-Palm dalam tahun 1950. Di dalam gua tersebut ditemukan
cap-cap tangan dengan jari-jarinya direntangkan dengan ditaburi cat merah. Di
gua tersebut Van Heekeren juga menemukan lukisan seekor babi rusa
yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya. Barangkali lukisan
tersebut dimaksudkan sebagai suatu harapan agar mereka berhasil dalam berburu
di hutan. Babi rusa tadi digambarkan dengan garis-garis warna merah.
Di
tempat-tempat lain lukisan pada dinding-dinding karang atau gua-gua juga
menggunakan cat warna merah, hitam atau putih. Sumber inspirasi dari
lukisan-lukisan tersebut adalah cara hidup mereka pada masa itu yang tergantung
pada alam sekelilingnya, yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. Dengan
demikian, lukisan tersebut menggambarkan kehidupan sosial ekonomik dalam
kepercayaan masyarakat waktu itu. Di dalam lukisan-lukisan prasejarah pada
dinding- dinding gua itu mengandung nilai-nilai estetika dan magis yang
bertalian dengan totem dan upacara-upacara yang belum diketahui dengan jelas.
Cap-cap
tangan dengan dasar warna merah, mungkin mengandung arti kekuatan atau simbol
kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Adapun cap tangan dengan jari
yang tidak lengkap dianggap sebagai tanda adat berkabung. Ada anggapan dari
kalangan para ahli bahwa lukisan-lukisan itu juga mengandung maksud sebagai
upacara penghormatan terhadap nenek moyang, upacara kesuburan, untuk meminta
hujan dan sebagainya.
Kecuali
lukisan-lukisan pada dinding-dinding karang, alam kepercayaan pada masa itu
terlihat juga dalam upacara penguburan mayat. Bukti-bukti tentang penguburan
ditemukan di gua Lawa (Sampung), di gua Sodong dan di bukit kerang di
Sumatera Utara. Di antara mayat-mayat itu ada yang ditaburi dengan cat-cat
merah yang berupa butiran. Diduga bahwa cat-cat merah ini berhubungan dengan
suatu upacara penguburan, dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka.
“Sekian
penjelasan saya tentang pendekripsian corak kehidupan manusia pra aksara...”
-Daftar Pustaka-
Sejarah Kelas X: Indonesia Zaman Praaksara: awal
kehidupan Manusia Indonesia
Supriyadi, Marwan. 2009. Sejarah 1 :
Untuk SMA/ MA kelas x. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.